Kamis, 14 Juli 2011

Tentang Tabayyun

Tabayyun
Assalaamu'alaikum,

Tabayyun secara bahasa memiliki arti mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya. Sedangkan secara istilah adalah meneliti dan meyeleksi berita, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan sebagainya hingga jelas benar permasalahannya.

Tabayyun adalah akhlaq mulia yang merupakan prinsip penting dalam menjaga kemurnian ajaran Islam dan keharmonisan dalam pergaulan. Hadits-hadits Rasulullaah saw dapat diteliti keshahihannnya antara lain karena para ulama menerapkan prinsip tabayyun ini. Begitu pula dalam kehidupan sosial masyarakat, seseorang akan selamat dari salah faham atau permusuhan bahkan pertumpahan darah antar sesamanya karena ia melakukan tabayyun dengan baik. Oleh karena itu, pantaslah Allaah swt memerintahkan kepada orang yang beriman agar selalu tabayyun dalam menghadapi berita yang disampaikan kepadanya agar tidak meyesal di kemudian hari," Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (tabayyun), agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu".

Bahaya meninggalkan tabayyun

1. Menuduh orang baik dan bersih dengan dusta.
Seperti kasus yang menimpa istri Rasulullaah saw yaitu Aisyah ra. Ia telah dituduh dengan tuduhan palsu oleh Abdullaah bin Ubai bin Salul, gembong munafiqin Madinah. Isi tuduhan itu adalah bahwa Aisyah ra telah berbuat selingkuh dengan seorang lelaki bernama Shofwan bin Muathal. Padahal bagaimana mungkin Aisyah ra akan melakukan perbuatan itu setelah Allaah swt memuliakannya dengan Islam dan menjadikannya sebagai istri Rasulullaah saw. Namun karena gencarnya Abdullaah bin Ubai bin Salul menyebarkan kebohongan itu sehingga ada beberapa orang penduduk Madinah yang tanpa tabayyun, koreksi dan teliti ikut menyebarkannya hingga hampir semua penduduk Madinah terpengaruh dan hampir mempercayai berita tersebut. Tuduhan ini membuat Aisyah ra goncang dan stress, bahkan dirasakan pula oleh Rasulullaah saw dan mertuanya. Akhirnya Allaah swt menurunkan ayat yang isinya mensucikan dan membebaskan Aisyah ra dari tuduhan keji ini[baca QS Annuur 11-12].

2. Timbul kecemasan dan penyesalan.
Diantara shahabat yang terpengaruh oleh berita dusta yang disebarkan oleh Abdullaah bin Ubai bin Salul itu adalah antara lain Misthah bin Atsasah dan Hasan bin Tsabit. Mereka itu mengalami kecemasan dan penyesalan yang dalam setelah wahyu turun dari langit yang menerangkan duduk masalahnya. Mereka merasakan seakan-akan baru memsuki Islam sebelum hari itu, bahkan kecemasan dan penyesalan tersebut tetap mereka rasakan selamanya hingga mereka menemui Rabbnya[QS AlHujurat 6].

3. Terjadinya keslahfahaman bahkan pertumpahan darah.
Usamah bin Zaid ra bertutur: Rasulullaah saw telah mengutus kami untuk suatu pertempuran, maka kami tiba di tempat yang dituju pada pagi hari. Kami pun meyerbu musuh. Pada saat itu saya dan seorang dari kaum Anshar mengejar salah seorang musuh. Setelah kami mengepungnya, musuh pun tak bisa melarikan diri. Di saat itulah dia mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah. Temanku dari Anshar mampu menahan diri, sedangkan saya langsung menghujamkan tombak hingga dia tewas. Setelah saya tiba di Madinah, kabar itu sampai kepada Rasulullaah saw. Beliau bersabda:" Hai Usamah, mengapa engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah?Saya jawab:" Dia mengucapkan itu hanya untuk melindungi diri". Namun Rasulullaah saw terus mengulang-ulang pertanyaan itu, hingga saya merasa belum pernah masuk Islam sebelumnya{HR. Bukhari].(Dalam riwayat Muslim, Nabi saw bertanya kepada Usamah dengan "Apakah kamu telah membedah hatinya?").

Hadits ini memberi pemahaman bahwa Nabi saw marah kepada Usamah bin Zaid ra karena ia telah membunuh musuhnya yang telah mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah, hingga Nabi saw bertanya "Apakah engkau telah teliti dengan jelas (tabayyun) sampai ke lubuk hatinya bahwa ia mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah itu karena ia takut senjata dan ingin melindungi diri....dst?".

Penyebab tiada tabayyun

1. Pada masa kanak-kanak.
Sesorang yang hidup di bawah asuhan orang tua yang tidak memiliki sikap tabayyun, maka sikap tersebut kelak akan meresap ke dalam jiwa anaknya hingga akhirnya anak itupun menjadi potret dari kedua orang tuanya yaitu tidak memiliki sikap tabayyun.

2. Tertipu oleh kefasihan kata.
Adakalanya telinga seseorang itu jika mendengarkan kata-kata manis dan menarik lantas menjadi tertipu, padahal itu hanyalah rayuan dan bunga-bunga perkataan, sehingga ia lalai dan tidak tabayyun. Karena itulah Nabi saw bersabda tatkala merasakan gejala ini, "Sesungguhnya kalian mengajukan perkara kepadaku, dan barangkali sebagian dari kamu lebih pintar berbicara dengan alasan-alasannya daripada yang lain, maka barangsiapa yang aku putuskan dengan hak saudaranya karena kepintarannya bermain kata-kata, maka berarti aku telah mengambilkan untuknya sepotong bara api neraka, maka janganlah ia mengambilnya"[HR. Bukhari].

3. Lalai terhadap dampak buruknya.
Seseorang tidak menyadari bahaya buruk meninggalkan tabayyun. Padahal akibatnya akan mencemarkan nama baik orang, penyesalan diri dll.

Terapi terhadap sikap tiada tabayyun

1. Senatiasa meningkatkan ketaqwaan, karena salahsatu di antara keutamaan taqwa adalah Allaah akan memberikan 'Furqan' kepadanya, yaitu kemampuan membedakan yang haq dari yang batil, yang benar dari yang bohong[QS AlAnfal 29].

2. Bergaul dengan orang-orang yang memiliki sikap tabayyun. Hal ini akan banyak memberi manfaat baginya kepada sikap kritis, penuh pemikiran dan pertimbangan hingga ia selamat dari ketergelinciran dan salah langkah dalam mengambil langkah dan tindakan.

3.Membaca, memahami,merenungi dan mengamalkan ayat-ayat yang membahas tabayyun (misalnya AlHujurat 6, Annisaa 94).

4. Membiasakan diri untuk selalu berprasangka baik terhadap muslim lainnya (QS. Annuur 12). " Ya Allaah, lapangkanlah dada kami, tenangkanlah jiwa dan fikiran kami, karuniakanlah sifat tabayyun pada diri kami, sehingga kami dapat menyikapi semua berita yang sampai kepada kami dengan benar sesuai kehendak-Mu".

Semoga bermanfaat.
Sumber:AlMuslimun n0.409.
Wassalaamu'alaikum,
I Do Y K'lautern, Nov 2004 Diposkan oleh ayodi ( I Do Y) di

Senin, 04 Juli 2011

TENTANG AKHLAQ DAN KAITANNYA DENGAN DATANGNYA PERTOLONGAN ALLAH (Tafsir Ali Imran 159-160)

Tafsir QS : Ali IMRON : 159-160
TENTANG AKHLAQ DAN KAITANNYA DENGAN DATANGNYA PERTOLONGAN ALLAH (Tafsir Ali Imran 159-160)

Akhlak dan beberapa sifat nabi Muhammad s.a.w.
159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
[246]. Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
160. Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.
Allah SWT berfirman dengan kalimat yang ditujukan kepada RasulNya yang juga merupakan karunia bagi orang-orang beriman secara umum bahwa; hanyalah dengan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut, sekiranya kamu berhati keras lagi berlaku kasar, tentulah mereka akan meninggalkan dirimu.
Berkata Abu Umamah Al-Baahiliy: “Rasulullah pernah menarik tanganku seraya berkata: “Wahai Abu Umamah, sesungguhnya di antara kaum Muslimin itu ada orang-orang yang hatiku menjadi lemah lembut karenanya”.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada ku untuk mengelilingi ummatku sebagaimana Allah memerintahkanku dalam melaksanakan ibadah fardhu”. Yang demikian itu adalah gambaran bagaimana Rasulullah menjalin kasih sayang terhadap kaum Muslimin dengan membiasakan diri bershilaturrahmi ke rumah-rumah mereka di tempat kediaman mereka, sehingga terjalinlah hubungan persaudaraaan yang terukir di dalam kalbu. Beliau sanantiasa berlapang dada untuk meaafkan kesalahan ummat, bahkan senantiasa memohonkan ampun bagi mereka sebagaimana Allah perintahkan kepada beliau.
Disamping itu Nabi juga senantiasa bermusyawarah dengan para sahabat tentang berbagai persoalan yang dihadapi agar hati mereka menjadi tenteram dan bersemangat dalam melaksanakan kewajiban.
Sebagai contoh misalnya; ketika perang Badar beliau bermusyawarah dengan kaumnya, tatkala kafilah dagang Abu Sofyan telah luput, yang tinggal hanyalah pasukan Qurisy, Rasulullah mengajak berunding para sahabat tentang kesediaan dan kesanggupan mereka untuk menghadapi pasukan siap tempur Quraysy yang jumlahnya tiga kali lipat?. Maka merekapun berseru “Yaa Rasulullah sekiranya engkau mengarungi lautan niscaya kami akan mengarunginya bersamamu, jika pun engkau berjalan hingga Birkul Ghamad (suatu tempat terpencil di Yaman yang sangat sulit untuk didatangi) maka kami pun akan menempuhnya bersamamu. Kami tidak akan mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh kaum Musa kepada Nabi mereka; “pergilah engkau dengan Tuhanmu dan peranglah kamu berdua, kami akan duduk menunggumu di sini, akan tetapi kami berkata; pergilah dan kami akan tetap bersamamu, kami ada di depanmu, kami ada disebelah kanan dan kirimu tetap berperang bersamamu” ketika itu serta merta berseri-serilah wajah Rasulullah SAW, beliaupun bangkit dan berseru: “Absyiruu ayyuhal qouwm…….Bergembiralah wahai kaumku, aku sudah melihat, kemenangan sudah di depan mata” .
Dengan musyawarah itu, semangat kaum muslimin menjadi semakin berkobar-kobar. Mereka menjadi tahu betul kondisi mereka, maka mereka bertempur dengan gagah berani hingga Allah benar-benar memberi kemenangan kepada mereka. Meski jumlah mereka hanya 313 sementara musuh berjumlah hingga 1000 orang dengan persenjataan lengkap.
Demikian pula ketika perang Uhud, beliau bermusyawarah dengan para sahabat, apakah bertahan di Madinah atau keluar menyongsong musuh. Maka merekapun menyongsong musuh dibukit Uhud.
Demikian pula dengan perang Khandaq beliau bermusyawarah dengan para sahabat ihwal perdamaian dengan kaum yang bersekutu (pasukan Ahzab) yang sudah mengepung Madinah, mereka akan menghentikan pengepungan jika diberi sepertiga dari buah-buahan dari hasil panen tahun itu, namun Sa’ad bin Mu’adz dan Sa’ad bin ‘Ubadah menolaknya dengan berkata: “Demi Allah, dalam keadaan jahiliyahpun kami tidak hendak memberikan mereka cuma-cuma, demi Allah kami tidak akan memberikan sebutirpun setelah Allah memuliakan kami dengan Islam”
Allah SWT telah menurunkan rahmatNya dengan menjadikan hati Rasulullah menjadi hati yang lembut, santun dan penuh kasih sayang. Dan menjadikan ummatnya menjadi hamba-hamba Allah yang meneladani beliau SAW sebagai panutan, maka menjadi patutlah mereka mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah SWT sebagaimana pertolongan yang Allah berikan kepada para Rasul sebelum beliau SAW. Allah berfirman….Jika Allah menolong kamu, Maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu….. meski sedemikian hebatnya Fir’aun dan bala tentaranya, dan sedemikian lemahnya Musa dan para pengikut setia beliau, ketika Allah mendatangkan pertolonganNya kepada Musa, maka Fir’aun dibinasakan oleh Allah, justeru ketika dia dan bala tentaranya sedang mengejar-ngejar Musa. Sejarah membuktikan bahwa; dengan pertolongan Allah lah maka Fir’aun binasa bukan karena dia dikejar-kejar oleh Nabi Musa AS dan para pengikut beliau yang lemah-lemah.
Pada pasukan Badar yang tidak seimbang jumlahnya dengan musuh, kemenangan yang mereka raih semata-mata karena pertolongan Allah dan karena mereka pantas mendapatkan pertolongan, demikian pula dalam peristiwa-peristiwa lainnya. Allah mendatangkan pertolonganNya kepada mereka yang lemah dan teraniaya, yang ber akhlaq mulia, yang santun, yang taat dan istiqomah, dan yang senantiasa bertawakkal kepada Allah semata.
Allah berfirman: kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad ( ber-azam), Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib berkata: Rasulullah ditanya tentang kata azamta dalam ayat ini, maka beliau bersabda: “maksudnya adalah bermusyawarahnya ahlur ra’yi kemudian mengikuti mereka”.
Bertawakkal artinya menyandarkan diri sepenuhnya hanya kepada Allah semata, setelah mengerahkan semua daya upaya semaksimal mungkin, sudah semua kemampuan dikerahkan, semua harta sudah dikorbankan, semua usaha sudah dilakukan dan semua jalan sudah ditempuh, sesuai dengan kemampuan, tentunya, maka tinggal menunggu datangnya pertolongan Allah dengan sabar dan penuh pengharapan. ”Sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat dekat” (Al Baqoroh 214)
Jika Allah berkenan menolong, maka tidak ada suatu kekuatan apapun yang dapat mengalahkanmu, demikian pula jika yang terjadi adalah yang sebaliknya, Allah SWT berfirman….. jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), Maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu?…. kekuatan sebesar apapun yang ada di belakangmu tidak akan lebih besar dari kekuatan Allah. Maka tidaklah pantas engkau menyombongkan diri sedikitpun untuk menentang Allah.
Pertolongan Allah itu hanya datang kepada hamba-hambaNya yang lemah lembut dan merendahkan diri di hadapan Allah SWT, hamba-hambaNya yang santun dan tidak menyombongkan diri, dan hamba-hambaNya yang senantiasa menyandarkan diri sepenuhnya kepada Allah semata. Hamba yang pantas mendapatkan pertolongan Allah itu adalah mereka yang telah membuktikan kesabarannya dalam menghadapi berbagai goncangan, yang tetap istiqomah dan pantang menyerah (Qs. 2 : 214).
Dengan kasih sayang dan lemah lembut itulah Islam disampaikan kemudian diterima oleh sebagian besar penduduk Yatsrib (Madinah). Sahabat setia Rasulullah, Mus’ab Bin Umair, dengan sangat santun dan lemah lembut menyampaikan Islam kepada mereka. Meski pada awalnya beliau dilontari kata-kata sinis dan kasar, dengan lembut dan senyum ramah yang khas, yang senantiasa menghiasi bibir beliau menjawab: “saya datang kemari untuk menyampaikan kebenaran Islam, jika tuan bersikap bijak, maka dengarkanlah dahulu apa yang saya sampaikan ini dengan seksama, jika tuan-tuan setuju, saya mengajak tuan untuk bergabung dalam perjuangan untuk menegakkan kebenaran, jikapun tuan tidak suka, tuan dapat meninggalkan saya dan sayapun akan meninggalkan tuan”.
Kalimat muqoddimah yang sangat santun dan bijak, maka ketika mereka sudah mendengar uraian yang terang dan jelas tentang ajaran Islam yang beliau sampaikan, diantara mereka ada yang serta-merta masuk Islam, meski ada juga yang belum bersedia. Tapi kenyataan sejarah telah membuktikan bahwa Mus’ab bin Umair telah berhasil mengislamkan kota Yatsrib hingga menjadi darul hijrah bagi Rawsulullah hingga disebut Madinatur Rasul (kota Rasul) dan hingga sekarang disebut Madinah.
Demikianlah islam tegak pertama kali di Madinah, tidak dengan perang, tidak dengan jihad lalu menaklukkan dan memaksa penduduknya untuk menerima Islam, tapi dengan dakwah dan kasih sayang. Ketika Islam sudah tegak, lalu ada fihak yang akan merongrongnya, untuk mempertahankan eksistensi Islam itu, barulah diperintahkan jihad. Sejarah telah membuktikan bahwa Islam tidak pernah muncul sebagai suatu kelompok yang mengatasnamakan jihad untuk merampok kekuasaan dari tangan orang lain dengan kekerasan senjata, tetapi dengan penuh keyakinan bahwa kebenaran ideologi Islam ini pasti dapat diterima oleh hati orang-orang yang sadar untuk diamalkan dan dengan tulus ikhlas, tanpa harus ada pemaksaan atau penekanan dalam bentuk apapun. Kita yakin bahwa sebuah ideologi yang benar, tidak harus dipaksakan dulu baru mau diterima oleh Ummat. Tidak juga harus dengan iming-iming harta dan kekuasaan. Melainkan dengan kasih sayang sebagaimana firma Allah dalam QS 9 ayat 128.
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. 9 : 128)
Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang berhati lembut dengan rahmat Allah, semoga sifat kaku, keras dan kasar yang masih menghinggapi hati kita segera dihilangkan Allah dan diganti dengan kasih sayang, sepenuh hati, sepenuh jiwa, sepenuh rongga dada. Ya Allah … jadikanlah kami orang yang pandai berkasih sayang terhadap semua makhluqMu, pandai memaafkan dan pandai bertawakkal kepada engkau semata.
Ya Allah, jadikanlah kami orang yang memang pantas untuk Engkau tolong, yang senantiasa menyandarkan diri kepadaMu, dan yang memang pantas Engkau beri kemenangan dengan kasih sayangMu. Amin.
Kutipan dari :
oleh : khilafatulmusliminksb
16 Agustus 2008