Selasa, 31 Mei 2011

Cara Meraih Hidayah Allah SWT

Cara Meraih Hidayah Allah SWT
Rabu, 05 Mei 2010 01:06 WIB
Oleh Suprianto

Untuk meraih hidayah Allah, setiap Muslim harus memiliki naluri spiritual, menggunakan akal dan pancaindera, yang sesuai dengan ajaran Islam. Tiga hal tersebut akan lebih lengkap jika kita kembali pada Alquran, hadis Nabi SAW, dan memakmurkan masjid.

Salah satu cara meraih hidayah Allah SWT adalah dengan memakmurkan masjid. Bukan sekadar menghadiri shalat, tetapi bagaimana menangkap cahaya hidayah yang terpancar dari masjid.

"Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS At-Taubah [9]: 18).

Masjid adalah pancaran nur Ilahi. Allah adalah sumber dan pemberi cahaya. Suatu bahan yang terlihat mengilap atau kusam bergantung pada sifat dan posisi bahan itu apakah dia memantulkan, menyerap cahaya atau tidak. Cahaya dapat berbelok, dapat memantul.

Hidayah juga demikian. Cahaya hanya menembus benda yang transparan melalui kaca. Cahaya tidak dapat menembus tembok, demikian juga cahaya spiritual. Jika hati tertutup, cahaya atau hidayah Allah tidak akan masuk. Ini salah satu sebab mengapa orang ingkar dinamakan kafir. Sebab, hati mereka telah tertutup. Karena itu, bukalah pintu hati dan pikiran untuk meraih hidayah Allah.

Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat-(nya) yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.'' (QS An Nuur [24]: 35)

Kalau kita ingin pengetahuan, ingin hidayah, maka gunakan naluri kita, gunakan pancaindera dan akal kita. Akal saja tidak cukup, dia memerlukan minyak untuk menyalakan api itu. Kalau minyaknya kotor, akan lahir asap yang memburamkan cahaya. Dan minyak yang bersih akan melahirkan cahaya yang bersih pula.

Peliharalah cahaya itu agar senantiasa bersinar dan menerangi hati kita. Gunakanlah hati, pikiran, dan seluruh pancaindera, agar api dan cahaya itu tidak padam. Dan dari masjid kiranya hal tersebut bisa kita dapatkan. Sebab, orang yang memakmurkan masjid, berarti telah memancarkan cahaya Ilahi. Dan siapa yang berada di jalan cahaya Ilahi, niscaya dia akan selalu diterangi. Mudah-mudahan kita selalu mendapatkan limpahan hidayah Allah karena aktivitas kita selalu terpaut ke masjid.
Redaktur: irf (Republika.co.id)

Meraih Sukses Menurut Q.S. Al-Hajj (22) Ayat 77

Minggu, 20 Desember 2009
Meraih Sukses Menurut Q.S. Al-Hajj (22) Ayat 77
BAB I
PENDAHULUAN

Setiap manusia mengharapkan kesuksesan, kemenangan, keberuntungan, dan kebahagiaan. Namun, untuk mencapainya tidaklah mudah. Banyak halangan dan rintangan yang harus dihadapi. Ibarat orang yang sedang mendaki gunung ke puncak, harus melewati bukit yang terjal.
Allah SWT menciptakan manusia pasti dengan hikmah. Allah menghendaki manusia agar hidup bahagia dan sukses di dunia dan akhirat. Salah satu bukti kehendak Allah tersebut adalah diturunkannya Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan petunjuk hidup manusia agar sukses menjalani hidup di dunia dan akhirat.
Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan cara agar manusia mendapatkan kesuksesan. Salah satu ayat yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Q.S. Al-Hajj (22) ayat 77. Penulis mencoba untuk mengkaji dari beberapa tafsir Al-Qur’an. Penulis sajikan pula beberapa ayat yang terkait dengan kesuksesan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sukses
Kata sukses dalam Al-Qur’an sering menggunakan kata aflaha, tuflihuun, atau muflihuun. Kata aflaha yuflihu menurut kamus bahasa Arab memiliki arti menang, jaya, berhasil maksudnya, sukses (lawan gagal). Kata muflih berarti yang menang atau yang berhasil maksudnya. (Mahmud Yunus, 1973:323)
Dalam terjemah-terjemah Al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia juga menggunakan kata-kata tersebut. Dengan kata lain, kemenangan, keberuntungan, kejayaan, dan kebahagiaan merupakan bagian dari kesuksesan.
Kita dapat dikatakan sukses ketika kita dapat menggapai yang kita harapkan atau yang kita cita-citakan. Sukses juga sering kita sandingkan saat kita terlepas dari kesulitan hidup. Namun, makna yang sebenarnya dari kesuksesan adalah saat kita dapat berbahagia baik di dunia maupun di akhirat.

B. Tafsir Q.S. Al-Hajj (22):77
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”
Ayat di atas merupakan perintah yang ditujukan kepada kaum beriman agar melaksanakan misi mereka. Hai orang-orang yang beriman, ruku’ dan sujudlah kamu, yakni laksanakan shalat dengan baik dan benar, serta sembahlah Tuhan Pemelihara dan Yang selalu berbuat baik kepada kamu, persembahan dan ibadah antara lain dengan berpuasa, mengeluarkan zakat, melaksaakan haji, dan aneka ibadah lainnya dan perbuatlah kebajikan seperti bersedekah, silaturrahim, serta amal-amal baik dan akhlak yang mulia, semoga kamu yakni lakukanlah semua itu dengan harapan mendapat kemenangan.
M. Quraish Shihab berpendapat bahwa ayat ini secara umum telah mencakup semua tuntunan Islam, dimulai dari akidah yang ditandai dengan penamaan mereka yang diajak dengan orang-orang yang beriman, selanjutnya dengan memerintahkan shalat dengan menyebut dua rukunnya yang paling menonjol yaitu ruku’ dan sujud. Penyebutan shalat secara khusus karena ibadah ini merupakan tiang agama. Setelah itu disebut aneka ibadah yang mencakup banyak hal, bahkan dapat mencakup aktivitas sehari-hari jika motivasinya adalah mencari ridha Ilahi, dan akhirnya ditutup dengan perintah berbuat kebajikan yang menampung seluruh kebaikan duniawi dan ukhrawi, baik yang berdasar wahyu maupun nilai-nilai yang sejalan dengan tujuan syariat, baik yang berupa hukum dan undang-undang maupun tradisi dan adat istiadat. Jika hal-hal di atas dipenuhi oleh satu masyarakat, maka tidak diragukan pastilah mereka, secara individual dan kolektif, akan meraih keberuntungan yakni meraih apa yang mereka harapkan di dunia dan di akhirat.
La’allakum tuflihun (semoga kamu mendapat kemenangan) mengandung isyarat bahwa amal-amal yang diperintahkan itu, hendaklah dilakukan dengan harapan memperoleh al-falah (keberuntungan) yakni apa yang diharapkan di dunia dan di akhirat. Kata la’alla (semoga) yang tertuju kepada para pelaksana kebaikan itu, memberi kesan bahwa bukan amal-amal kebaikan itu yang menjamin perolehan harapan dan keberuntungan apalagi surga, tetapi surga adalah anugerah Allah dan semua keberuntungan merupakan anugerah dan atas izin-Nya semata.
Kata tuflihun terambil dari kata falaha yang juga digunakan dalam arti bertani. Penggunaan kata itu memberi kesan bahwa seorang yang melakukan kebaikan, hendaknya jangan segera mengharapkan tibanya hasil dalam waktu yang singkat. Ia harus merasakan dirinya sebagai petani yang harus bersusah payah membajak tanah, menanam benih, menyingkirkan hama, dan menyirami tanamannya, lalu harus menunggu hingga memetik buahnya. (M. Quraish Shihab, Vol-9, 2002:130 – 131)
Al-Maraghi (Juz 17, 1993:262) menafsirkan ayat ini sebagai berikut:
“Wahai orang-orang yang mempercayai Allah dan rasul-Nya, tunduklah kepada Allah dengan bersujud, beribadahlah kepada-Nya dengan segala apa yang kalian gunakan untuk menghambakan diri kepada-Nya, dan berbuatlah kebaikan yang diperintahkan kepada kalian, seperti mengadakan hubungan silaturahmi dan menghiasi diri dengan akhlak yang mulia, supaya kalian beruntung memperoleh pahala dan keridaan yang kalian cita-citakan.”

Prof. Dr. Hamka (Juz 17, 1981:257) berpendapat:
“Wahai orang-orang yang beriman, ruku’lah dan sujudlah kamu dan sembahlah Tuhan kamu. Maksud ketiga perintah adalah sembahyang. Karena diantara ibadat teguh hendaklah sembahyang, supaya sembahyang bertambah khusyu’ hendaklah iman. Iman adalah ketundukan akal. Sembahyang adalah memperdalam perasaan. Ruku’ dan sujud itu adalah melatih rasa tunduk. Menyembah Tuhan ialah dengan tunduk akan segala perintah dan menghentikan apa yang dilarang. Dan perbuatlah kebajikan, sembahyang adalah ibadat yang bertujuan mendekatkan diri dengan Tuhan. Berbuat kebajikan ialah meneguhkan hubungan dengan sesama manusia dengan menghubungkan silaturahmi dan menegakkan budi pekerti yang mulia. Supaya kamu mendapat kemenangan, kemenangan yang dicapai dengan teguh beribadat kepada Allah yang berpangkal dengan ruku’ dan sujud, tegasnya dengan sembahyang yang diimbangkan dengan kesukaan berbuat kebajikan, adalah dunia akhirat. Di dunia hati lapang, pikiran tidak tertubruk, ilham Tuhan datang, dan pergaulan luas. Di akhirat ialah surga yang dijanjikan Tuhan.”

Jadi, cara untuk menggapai kesuksesan menurut tafsir atas Q.S. Al-Hajj (22) ayat 77 adalah sebagai berikut:
1. Beriman kepada Allah SWT.
2. Mendirikan shalat sebagai tiang agama.
3. Beribadah menghambakan diri kepada Allah SWT dengan motivasi menggapai ridho-Nya.
4. Berbuat kebaikan yang mencakup kebaikan duniawi dan ukhrawi, baik yang berdasar wahyu maupun nilai-nilai yang sejalan dengan tujuan syariat, baik yang berupa hukum dan undang-undang maupun tradisi dan adat istiadat.
Jika hal-hal di atas dipenuhi oleh satu masyarakat, maka tidak diragukan pastilah mereka, secara individual dan kolektif, akan meraih keberuntungan yakni meraih apa yang mereka harapkan di dunia dan di akhirat.

C. Ayat-ayat Lainnya tentang Meraih Kesuksesan
1. Al-Baqarah:189
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
2. Ali Imran:104
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
3. Al-A’la: 14
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)


BAB III
P E N U T U P

Sukses tidak diukur dengan banyaknya harta melimpah. Sukses juga tidak diukur dengan tingginya jabatan atau panjangnya gelar yang diperoleh. Namun, kesuksesan sesungguhnya adalah saat kita dapat merasakan ketenangan, kebahagiaan, dan keselamatan baik lahir dan batin maupun dunia dan akhirat.
Meraih sukses dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Diantaranya menurut Q.S. Al-Hajj (22) ayat 77 adalah sebagai berikut:
1. Beriman kepada Allah SWT.
2. Mendirikan shalat sebagai tiang agama.
3. Beribadah menghambakan diri kepada Allah SWT dengan motivasi menggapai ridho-Nya.
4. Berbuat kebaikan yang mencakup kebaikan duniawi dan ukhrawi, baik yang berdasar wahyu maupun nilai-nilai yang sejalan dengan tujuan syariat, baik yang berupa hukum dan undang-undang maupun tradisi dan adat istiadat.
Jika hal-hal di atas dipenuhi oleh satu masyarakat, maka tidak diragukan pastilah mereka, secara individual dan kolektif, akan meraih keberuntungan yakni meraih apa yang mereka harapkan di dunia dan di akhirat.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maraghi Juz 17. pent. Bahrun Abubakar, dkk.. PT Karya Toha Putra, Semarang, cet. 11. 1993.

Hamka, Prof. Dr.. Tafsir Al-Azhar Juz 17. PT Pustaka Islam, Surabaya, cet. 2, 1981

Mahmud Yunus, Prof. H.. Kamus Arab-Indonesia. Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsiran Al-Qur’an. Jakarta. 1973.

Mohamad Taufiq. Quran In Word Ver 1.0.0. mtaufiq@rocketmail.com.

M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah Volume 9. Lentera Hati, Jakarta, 2002
Diposkan oleh Febby Antoni Lazuardi di 00:56

Alangkah Indahnya Islam

Alangkah Indahnya Islam
Kategori Nasehat Ulama | 16-07-2009
Tema keindahan Islam sangat luas, panjang lebar sulit untuk diringkas dengan bilangan waktu yang tersisa. Sebelumnya, yang perlu kita ketahui adalah firman Allah.
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali Imran: 19)
Juga firman-Nya.
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ
“Barang siapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima.” (Qs. Ali Imran: 85)
Jadi, agama yang dibawa oleh para nabi dan menjadi sebab Allah mengutus para rasul adalah dienul Islam. Allah mengutus para rasul untuk mengajak agar orang kembali kepada Allah. Para rasul datang untuk memperkenalkan Allah. Barang siapa menaati mereka, maka para rasul akan memberikan kabar gembira kepadanya. Adapun orang yang menentangnya, maka para rasul akan menjadi peringatan baginya. Para rasul diperintahkan untuk menegakkan agama di dunia ini.
Allah berfirman.
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu ‘Tegakkan agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.’ Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 13)
Islam adalah agama yang dipilih Allah untuk makhluk-Nya. Agama yang dibawa Nabi merupakan agama yang paripurna. Allah tidak akan menerima agama selainnya. Jadi agama ini adalah agama penutup, yang dicintai dan diridhaiNya.
Allah berfirman.
يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 42)
Sebagian ahli ilmu mengatakan, Sebelumnya aku mengira bahwa orang yang bertaubat kepada Allah, maka Allah akan menerima taubatnya. Dan orang yang meridhoi Allah, niscaya Allah akan meridhoinya. Dan barang siapa yang mencintai Allah, niscaya Allah akan mencintainya. Setelah aku membaca Kitabullah, aku baru mengetahui bahwa kecintaan Allah mendahului kecintaan hamba pada-Nya dengan dasar ayat,
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Dia mencintai mereka dan mereka mencitai-Nya.” (Qs. Al Maaidah: 54)
Ridha Allah kepada hambaNya mendahului ridha hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ
“Allah meridhoi mereka dan mereka meridhoi-Nya.” (Qs. At-Taubah: 100)
Dan aku mengetahui bahwa penerimaan taubat dari Allah, mendahului taubat seorang hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُواْ إِنَّ
“Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.” (Qs. At-Taubah: 118)
Demikianlah, bila Allah mencintai seorang manusia, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam. Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda. “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidak ada seorang Yahudi dan Nasrani yang mendengarku dan tidak beriman kepadaku, kecuali surga akan haram buat dirinya.” (Hadits Riwayat Muslim)
Karena itu, agama yang diterima Allah adalah Islam. Umat Islam harus menjadikannya sebagai kendaraan. Persatuan harus bertumpu pada tauhid dan syahadatain. Islam agama Allah. Kekuatannya terletak pada Islam itu sendiri. Allah menjamin penjagaan terhadapnya.
Allah berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. Al-Hijr: 9)
Sedangkan agama selainnya, jaminan ada di tangan tokoh-tokoh agamanya.
Allah berfirman.
بِمَا اسْتُحْفِظُواْ مِن كِتَابِ اللّهِ
“Disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab.” (Qs. Al Maaidah: 44)
Kalau mereka tidak menjaganya, maka akan berubah. Ia bagaikan sesuatu yang mati. Harus digotong. Tidak dapat menyebar, kecuali dengan dorongan sekian banyak materi. Sedangkan Islam pasti tetap akan terjaga. Karena itu, masa depan ada di tangan Islam. Islam pasti menyebar ke seantero dunia. Allah telah menjelaskannya dalam Al Quran, demikian juga Nabi dalam Sunnahnya. Kesempatan kali ini cukup sempit, tidak memungkinkan untuk menyebutkan seluruh dalil. Tapi saya ingin mengutip sebuah ayat.
مَن كَانَ يَظُنُّ أَن لَّن يَنصُرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاء ثُمَّ لِيَقْطَعْ فَلْيَنظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ
“Barang siapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tidak menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya.” (Qs. Al-Hajj: 15)
Dalam Musnad Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Amr, kami bertanya kepada Nabi, “Kota manakah yang akan pertama kali ditaklukkan? Konstantinopel (di Turki) atau Rumiyyah (Roma)?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Konstantinopel-lah yang akan ditaklukkan pertama kali, kemudian disusul Rumiyyah.” Yaitu Roma yang terletak di Italia. Islam pasti akan meluas di seluruh penjuru dunia. Pasalnya, Islam bagaikan pohon besar yang hidup lagi kuat, akarnya menyebar sepanjang sejarah semenjak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Islam adalah agama (yang sesuai dengan) fitrah. Kalau anda ditanya, bagaimana engkau mengetahui Robb-mu. Jangan engkau jawab, “dengan akalku,” tapi jawablah, “dengan fitrahku.” Oleh karena itu, ketika ada seorang atheis yang mendatangi Abu Hanifah dan meminta dalil bahwa Allah adalah Haq (benar), maka beliau menjawab dengan dalil fitrah. “Apakah engkau pernah naik kapal dan ombak mempermainkan kapalmu?” Ia menjawab, “Pernah.” (Abu Hanifah bertanya lagi), “Apakah engkau merasa akan tenggelam?” Jawabnya, “Ya.” “Apakah engkau meyakini ada kekuatan yang akan menyelamatkanmu?” “Ya,” jawabnya. “Itulah fitrah yang telah diciptakan dalam dirimu. Kekuatan ada dalam dirimu itulah kekuatan fitrah Allah. Manusia mengenal Allah dengan fitrahnya. Fitrah ini terkandung dalam dada setiap insan. Dasarnya hadits Muttafaq ‘Alaih. Nabi bersabda: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi.”
Akal itu sendiri bisa mengetahui bahwa Allah adalah Al-Haq. Namun ia secara mandiri tidak akan mampu mengetahui apa yang dicintai dan diridhoi Allah. Apakah mungkin akal semata saja dapat mengetahui bahwa Allah mencintai sholat lima waktu, haji, puasa di bulan tertentu? Karena itu, fitrah itu perlu dipupuk dengan gizi yang berasal dari wahyu yang diwahyukan kepada para nabi-Nya.
Sekali lagi, nikmat dan anugerah paling besar yang diterima seorang hamba dari Allah ialah bahwa Allah-lah yang memberikan jaminan untuk menetapkan syariat-Nya. Dialah yang menjelaskan apa yang dicintai dan diridhaiNya. Inilah nikmat terbesar dari Allah kepada hamba-Nya. Bila ada orang yang beranggapan ada kebaikan dengan keluar dari garis ini dan mengikuti hawa nafsunya, maka ia telah keliru. Sebab kebaikan yang hakiki dalam kehidupan ini maupun kehidupan nanti hanyalah dengan menaati seluruh yang datang dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Syariat Islam datang untuk menjaga lima perkara. Allah telah mensyariatkan banyak hal untuk menegaskan penjagaan ini. Islam datang untuk menjaga agama. Karena itu, Allah mengharamkan syirik, baik yang berupa thawaf di kuburan, istighatsah kepada orang yang dikubur serta segala hal yang bisa menjerumuskan ke dalam syirik, dan mengharamkan untuk mengarahkan ibadah, apapun bentuknya, (baik) secara zahir maupun batin kepada selain Allah. Oleh sebab itu, kita harus memahami makna ringkas syahadatain yang kita ucapkan.
Syahadat “Laa Ilaaha Illa Allah”, maknanya: tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, ibadah hanya milik Allah. Ini bagian dari pesona agama kita. Allah mengharamkan akal, hati dan fitrah untuk melakukan peribadatan dan istijabah (ketaatan mutlak) kepada selain-Nya. Sedangkan makna syahadat “Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”, (yakni) tidak ada orang yang berhak diikuti kecuali Muhammad Rasulullah. Kita tidak boleh mengikuti rasio, tradisi atau kelompok jika menyalahi Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah. Maka seorang muslim, di samping tidak beribadah kecuali kepada Allah, juga tidak mengikuti ajaran kecuali ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia tidak mengikuti ra’yu keluarga, ra’yu kelompok, ra’yu jama’ah, ra’yu tradisi dan lain-lain jika menyalahi Al Quran dan Sunnah.
Dakwah Salafiyah yang kita dakwahkan ini adalah dinullah yang suci dan murni, yang diturunkan oleh Allah pada kalbu Nabi. Jadi dalam berdakwah, kita tidak mengajak orang untuk mengikuti kelompok ataupun individu. Tetapi mengajak untuk kembali kepada Al Quran dan Sunnah. Namun, memang telah timbul dakhon (kekeruhan) dan tumbuh bid’ah. Sehingga kita harus menguasai ilmu syar’i. Kita beramal (dengan) meneladani ungkapan Imam Malik, dan ini, juga perkataan Imam Syafi’i, “Setiap orang bisa diambil perkataannya atau ditolak, kecuali pemilik kubur ini, yaitu Rasulullah.”
Telah saya singgung di atas, agama datang untuk menjaga lima perkara. Penjagaan agama dengan mengharamkan syirik dan segala sesuatu yang menimbulkan akses ke sana. Kemudian penjagaan terhadap badan dengan mengharamkan pembunuhan dan gangguan kepada orang lain. Juga datang untuk memelihara akal dengan mengharamkan khamar, minuman keras, candu dan rokok. Datang untuk menjaga kehormatan dengan mengharamkan zina, percampuran nasab dan ikhtilath (pergaulan bebas). Juga menjaga harta dengan mengharamkan perbuatan tabdzir (pemborosan) dan gaya hidup hedonisme. Penjagaan terhadap kelima perkara ini termasuk bagian dari indahnya agama kita. Syariat telah datang untuk memerintahkan penjagaan terhadap semua ini. Dan masih banyak perkara yang digariskan Islam, namun tidak mungkin kita paparkan sekarang.
Syariat telah merangkum seluruh amal shahih mulai dari syahadat hingga menyingkirkan gangguan dari jalan. Karena itu tolonglah jawab, kalau menyingkirkan gangguan dari jalan termasuk bagian dari keimanan, bagaimana mungkin agama memerintahkan untuk mengganggu orang lain, melakukan pembunuhan dan peledakan? Jadi, ini sebenarnya sebuah intervensi pemikiran asing atas agama kita. Semoga Allah memberkahi waktu kita, dan mengaruniakan kepada kita pemahaman terhadap Kitabullah dan Sunnah Nabi dengan lurus. Dan semoga Allah memberi tambahan karunia-Nya kepada kita. Akhirnya, kami ucapkan alhamdulillah Rabbil ‘Alamin.
[Diambil dari situs almanhaj.or.id yang disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun VIII/1425H/2005M rubrik Liputan Khusus yang diangkat dari ceramah Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman Tanggal 5 Desember 2004 di Masjid Istiqlal Jakarta]
***
Penulis: Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman hafizhahullah

PANDANGAN ISLAM TENTANG KEHIDUPAN

PANDANGAN ISLAM TENTANG KEHIDUPAN
Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul1, sebagai hidayah dan rahmat Allah bagi umat manusia sepanjang masa, yang menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spirituil, duniawi dan ukhrawi. Agama Islam, yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai Nabi akhir zaman, ialah ajaran yang diturunkan Allah yang tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi yang shahih (maqbul) berupa perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat. Ajaran Islam bersifat menyeluruh yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisah-pisahkan meliputi bidang-bidang aqidah, akhlaq, ibadah, dan mu'amalah duniawiyah.
Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata kepada Allah2, Agama semua Nabi-nabi3, Agama yang sesuai dengan fitrah manusia4, Agama yang menjadi petunjuk bagi manusia5, Agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama6, Agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam7. Islam satu-satunya agama yang diridhai Allah8 dan agama yang sempurna9. Dengan beragama Islam maka setiap muslim memiliki dasar/landasan hidup Tauhid kepada Allah10, fungsi/peran dalam kehidupan berupa ibadah11, dan menjalankan kekhalifahan12, dan bertujuan untuk meraih Ridha serta Karunia Allah SWT13.
Islam yang mulia dan utama itu akan menjadi kenyataan dalam kehidupan di dunia apabila benarbenar diimani, difahami, dihayati, dan diamalkan oleh seluruh pemeluknya (orang Islam, umat Islam) secara total atau kaffah14 dan penuh ketundukan atau penyerahan diri15. Dengan pengamalan Islam yang sepenuh hati dan sungguh-sungguh itu maka terbentuk manusia muslimin yang memiliki sifat-sifat utama :
a. Kepribadian Muslim16,
b. Kepribadian Mu'min17,
c. Kepribadian Muhsin dalam arti berakhlak mulia18, dan
d. Kepribadian Muttaqin19.
Setiap muslim yang berjiwa mu'min, muhsin, dan muttaqin, yang paripuma itu dituntut untuk memiliki keyakinan (aqidah) berdasarkan tauhid yang istiqamah dan bersih dari syirk, bid'ah, dan khurafat; memiliki cara berpikir (bayani), (burhani), dan (irfani); dan perilaku serta tindakan yang senantiasa dilandasi oleh dan mencerminkan akhlaq al karimah yang menjadi rahmatan li-`alamin.
Dalam kehidupan di dunia ini menuju kehidupan di akhirat nanti pada hakikatnya Islam yang serba utama itu benar-benar dapat dirasakan, diamati, ditunjukkan, dibuktikan, dan membuahkan rahmat bagi semesta alam sebagai sebuah manhaj kehidupan (sistem kehidupan) apabila sungguh-sungguh secara nyata diamalkan oleh para pemeluknya. Dengan demikian Islam menjadi sistem keyakinan, sistem pemikiran, dan sistem tindakan yang menyatu dalam diri setiap muslim dan kaum muslimin sebagaimana menjadi pesan utama risalah da'wah Islam. Da'wah Islam sebagai wujud menyeru dan membawa umat manusia ke jalan Allah20 pada dasarnya harus dimulai dari orang-orang Islam sebagai pelaku da'wah itu sendiri (ibda binafsika) sebelum berda’wah kepada orang/pihak lain sesuai dengan seruan Allah: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka....” 21. Upaya mewujudkan Islam dalam kehidupan dilakukan melalui da'wah itu ialah mengajak kepada kebaikan (amar ma’ruf), mencegah kemunkaran (nahyu munkar), dan mengajak untuk beriman (tu'minuna billah) guna terwujudnya umat yang sebaikbaiknya atau khairu ummah22
Berdasarkan pada keyakinan, pemahaman, dan penghayatan Islam yang mendalam dan menyeluruh itu maka bagi segenap warga Muhammadiyah merupakan suatu kewajiban yang mutlak untuk melaksanakan dan mengamalkan Islam dalam seluruh kehidupan dengan jalan mempraktikkan hidup Islami dalam lingkungan sendiri sebelum menda’wahkan Islam kepada pihak lain. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam maupun warga Muhammadiyah sebagai muslim benar-benar dituntut keteladanannya dalam mengamalkan Islam di berbagai lingkup kehidupan, sehingga Muhammadiyah secara kelembagaan dan orang-orang Muhammadiyah secara perorangan dan kolektif sebagai pelaku da'wah menjadi rahmatan lil `alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.

1. Q.S. Asy-Syura/42: 13
Dia telah mensyariatkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) -Nya orang yang kembali (kepada-Nya).

2. Q.S. An-Nisa/4 : 125
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.

3. Q.S. Al-Baqarah/2: 136
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".

4. Q.S. Ar-Rum/30: 30
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,

5. Q.S. Al-Baqarah/2: 185
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

6. Q.S. Ali Imran/3: 112
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.

7. Q.S. Al-Anbiya/21: 107
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

8. Q.S. Ali Imran/3: 19
Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.

9. Q.S. Al-Maidah/5: 3
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

10. Q.S. Al-Ikhlash/112: 1-4
Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa,
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,
dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia".

11. Q. S. Adz-Dzariyat/51: 56
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.

12. Q.S. Al-Baqarah/2: 30;
Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".


Al-An'am/6: 165;
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Al`Araf/7: 69, 74;
Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada Kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum `Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.

Yunus/10: 14, 73;
Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat.
Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu.

As-Shad/38: 26
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat adzab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.

13. Q.S. Al-Fath/48: 29
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.

14. Q.S. Al-Baqarah/2: 208
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.



15. Q.S. Al-An'am/6: 161-163
Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik".
Katakanlah: "Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,
tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".

16. Q.S. Al-Baqarah/2: 112, 133, 136, 256; Ali Imran/3 : 19, 52, 82, 85; An-Nisa/4: 125, 165, 170; Al-Maidah/5: 111, Al-An'am/6: 163; Al-Araf/7: 126; At-Taubah/9: 33; Yunus/10: 72, 84, 90; Hud/11: 14; Yusuf/12: 101; An-Nahl/16: 89, 102; Asy-Syuura/42: 13; Ash-Shaf/61: 9; Al-Mu'minun/23: 1-11
17. Q.S. Al-Baqarah/2: 2-4, 213 s/d 214, 165, 285; Ali Imran/3: 122 s/d 139; An-Nisa/4: 76; At-Taubah/9: 51, 71; Hud/11: 112 s/d 122; Al-Mu'minun/23: 1 s/d 11; Al-Hujarat/49: 15
18. Q.S. Al-Baqarah/2: 58, 112; An-Nisa/4: 125; Al-`An'am/6: 14; An-Nahl/16: 29, 69, 128; Luqman/31: 22; Ash-Shaffat/37: 113; Al-Ahqhaf/46: 15
19. Q.S. Al-Baqarah/2: 2 s/d 4, 177, 183; Ali Imran/3: 17, 76, 102, 133 s/d 134; Al- Maidah/5: 8; Al-'Araf/7: 26, 128, 156; Al-Anfal/8: 34; At-Taubah/9: 8; Yunus/10: 62 s/d 64; An-Nahl/16: 128; Ath-Thalaq/65: 2 s/d 4; An-Naba/78: 31
20. Q.S. Yusuf/12: 108
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".

21. Q.S. At-Tahrim/66: 6
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

22. Q.S. Ali Imran/3: 104, 110
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,
pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu".
Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga); mereka kekal di dalamnya.
Itulah ayat-ayat Allah, Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar; dan tiadalah Allah berkehendak untuk menganiaya hamba-hamba-Nya.
Kepunyaan Allah lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allah lah dikembalikan segala urusan.
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Memahami Makna Hidayah

Memahami Makna Hidayah
Hidayah dalam Al-Quran sering diartikan dengan 'petunjuk'. Namun, hidayah sering kali pula diarahkan kepada amal-amal lahiriah dan kasat mata. Padahal, amal-amal lahiriah itu merupakan dampak yang terjadi akibat adanya hidayah yang menghujam dalam kalbu, karena hidayah yang demikian inilah yang telah menyebabkan seseorang dapat melakukan amal-amal lahiriah secara sempurna.
Amal lahiriah yang berdasarkan kepada iman yang benar adalah amal yang tidak serakah dan tidak antusias dengan ganjaran atau ancaman apa pun. Tetapi sebaliknya, amal yang tidak dilandasi keimanan yang benar maka amal ini terkesan mengharap imbalan dan takut dengan ancaman yang menakutkan, meski di dalam niatnya ia mengatakan lillaahi ta'ala (ikhlas semata karena Allah).
Andai Tuhan tidak menyediakan surga sebagai ganjaran, atau tidak menciptakan neraka sebagai imbalan hukuman, apakah kita masih mau beribadat kepada-Nya dengan ikhlas lillaahi ta'ala? Bagi mereka yang imannya benar, kata lillaahi ta'ala akan menghujam sedemikian rupa di dalam kalbunya. Dan dalam pengabdiannya kepada Allah, ia hanya berucap "Hasbiyallaahu wanikmal wakil..." (Cukuplah Allah bagiku). Kata ini, tentu terucap dari kadar keimanan tingkat tinggi, tingkat keimanan yang didahului oleh hidayah yang benar-benar dari Allah SWT, Sekarang masalahnya apakah hidayah itu?
Di dalam salat kita lebih dari 17 kali meminta kepada Allah dengan kata "ihdinas shirathal mustaqiim" (Tunjukilah kami ke jalan yang lurus). Arti kata "yang lurus" ini, kadang diartikan dengan arti yang benar, namun tidak tepat. Misalnya, lurus berarti tidak berbelok-belok, lurus bermakna "yang benar", lurus artinya "yang diridhai", atau lurus berarti "tidak menyesatkan." Padahal, arti kata "lurus" itu, secara ilmiah adalah "dua titik terdekat." Jadi, yang kita mohon kepada Allah adalah hidayah untuk ditunjukkan kepada jalan terdekat untuk "sampai" kepada-Nya. Allah sudah menyatakan, "Aku lebih dekat kepadanya melebihi dekatnya urat leher." Kenapa kita tidak pernah sampai kepada Allah?
Ada batas yang menghijab antara manusia dan Allah. Tetapi, kalau hijab itu terangkat, maka tidak ada batas lagi yang membatasi manusia dengan Allah. Dan manusia pasti akan menyaksikan kesempurnaan wujud Allah yang Mahasuci dan Mahaagung, Mahagagah dan Mahaindah. Inilah Iman yang benar, inilah pencerahan, inilah puncak segala ilmu, inilah makrifatullah, inilah ilmu ladunni dan inilah dia yang namanya hidayah.
Allah berfirman, "Hai manusia, engkau harus berusaha dengan ketekunan yang sebesar-besarnya hingga sampai kepada Tuhanmu lalu engkau menemuinya."(QS. 84:6).
Manusia yang tidak mampu memahami hidayah Allah, ia akan kehilangan segala-galanya. Bahkan, ia akan kehilangan dirinya sendiri dan akan dikembalikan oleh Allah ke derajat yang paling rendah, lebih rendah dari setan dan iblis atau dari binatang sekalipun.
Inilah yang diisyaratkan oleh firman Allah, "Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik." Artinya, karena dalam bentuk jasmani yang paling baik di antara makhluk-makhluk Allah yang lain, maka hanya manusia yang dapat menemui Tuhan.
Jika dalam bentuk yang paling baik ini dia tidak dapat "menemukan" Tuhan. la terancam azab yang sangat pedih dan akan dikembalikan oleh Allah ke derajat yang paling rendah. Na'udzubillahi min dzalik. Tugas manusia adalah mencari dan menemukan diri sendiri seutuhnya sehingga dapat menemukan Tuhannya.

APA SIH " HIDAYAH " ITU ?

APA SIH " HIDAYAH " ITU ?
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Tunjukkanlah kami jalan yang lurus. (QS. Al-Fatihah [1]: 6)
Kata ihdinaa (tunjukkanlah kami) dalam ayat di atas merupakan bentuk kata perintah (fi'lu alamr) dari kata hadâyahdii. Hadâyahdii sendiri artinya adalah memberi petunjuk kepada hal-hal yang benar. Kata hidayah merupakan bentuk fi'lu al masdar dari kata ini.
Dalam Tafsir Munir karya Dr. Wahbah Az Zuhaily, hidayah ada lima macam. Satu hidayah ke hidayah yang lain bersifat hierarkis, di mana hidayah yang ada di bawahnya akan menyempurnakan hidayah yang ada di atasnya. Jadi semakin ke bawah maka semakin tinggi nilainya.
Adapun kelima hidayah tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama, hidayah ilhami. Hidayah ini adalah fitrah yang Allah SWT berikan kepada semua makhluk ciptanNya. Contohnya, Allah SWT memberikan hidayah ilhami kepada lebah yang suka hinggap di bunga untuk mengambil saripatinya, dapat membangun sarang yang menurut para ahli adalah desain yang paling sempurna berdasarkan fungsinya. Seorang bayi yang lapar diberi hidayah ilhami oleh Allah SWT untuk menangis dan merengek-rengek pada ibunya agar diberi ASI. Siapakah yang mengajari lebah dan bayi tadi untuk melakukan hal tersebut? Semua makhluk yang diciptakanNya akan menerima hidayah ini. Dalam bahasa kita, hidayah ilhami ini adalah insting, yang merupakan tingkat inteligensi paling rendah.
Kedua, hidayah hawasi. Hidayah hawasi adalah hidayah yang membuat makhluk Allah SWT mampu merespon suatu peristiwa dengan reaksi yang sesuai. Contoh, ketika manusia mendapatkan kebahagiaan maka ia akan senang dan jika mendapatkan musibah maka ia akan sedih. Dalam istilah kita, hidayah hawasi ini adalah kemampuan inderawi.
Ketiga, hidayah aqli (akal). Hidayah akal adalah hidayah yang diberikan khusus pada manusia yang membuatnya bisa berfikir untuk menemukan ilmu dan sekaligus merespon peristiwa dalam kehidupannya dengan respon yang bermanfaat bagi dirinya. Hidayah akal akan bisa kita miliki manakala kita selalu mengambil pelajaran dari segala sesuatu, segala peristiwa, dan seluruh pengalaman hidup kita ataupun orang lain. Hidayah akal ini akan bekerja dengan ilmu yang diperoleh, dari proses pembelajaran kehidupan yang telah dilakukan, yang kemudian digunakan untuk memilih respon yang terbaik bagi diri di masa mendatang. Semakin banyak kita mengambil pelajaran maka semakin tinggi kualitas hidayah akal kita.
Keempat, hidayah dien (agama). Hidayah agama adalah sebuah panduan ilahiyah yang membuat manusia mampu membedakan antara yang hak dan yang batil, antara yang baik dan yang buruk. Hidayah agama ini merupakan standard operating procedure (SOP) untuk menjalani kehidupan. Tentunya yang membuatnya adalah yang Maha segala-galanya, yang menciptakan manusia itu sendiri, yaitu Allah SWT. Karena yang Allah SWT tentukan, pastilah itu yang terbaik. Hidayah agama ini bisa kita peroleh manakala kita selalu belajar dan memperdalan agama Islam ini. Semua orang mampu mempelajari agama ini (Al Qur'an dan As Sunnah), akan tetapi tidak semua orang berkemauan untuk mengamalkan agama ini. Kemauan untuk mengamalkan agama akan berbanding lurus dengan sejauh mana kita bisa manggapai hidayah taufiq.
Kelima, hidayah taufiq. Hidayah taufiq adalah adalah hidayah yang membuat manusia hanya akan menjadikan agama sebagai panduan hidup dalam menjalani kehidupannya. Hidayah taufiq ibarat benih yang Allah SWT semaikan di hati yang tidak hanya bersih dari segala hama penyakit, tetapi juga subur dengan tetesan robbani. Bersih dan suburnya hati akan terlihat dari pohon-pohon kebaikan dan amal yang tumbuh di atasnya. Hanya kesungguhan yang akan membuat kita pantas menerima hidayah taufiq dari Allah SWT. Firman Allah SWT : ”Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabuut [29]: 69). Maka tidak ada jalan lain agar kita mendapatkan Hidayah Taufiq Allah SWT, kecuali dengan jalan bersungguh-sungguh dan berjihad untuk menjalankan dan mengamalkan agama yang indah ini. .
PENUTUP Hidayah Allah SWT memerlukan perjuangan untuk mendapatkannya. Semakin besar perjuangan dan kesungguhan kita, maka insya Allah kita akan semakin mudah mendapatkannya, karena semuanya tergantung kepada usaha kita. Hidayah Allah SWT ibarat sinar matahari yang menyinari seluruh alam ini, dan kita adalah penerima sinar tersebut. Jika kita membuka diri dengan hati yang bersih maka kita akan mudah untuk mendapatkan sinar hidayah Allah SWT. Tapi jika kita menutupi hati dan diri kita dengan kotoran dan hama penyakit hati maka kita akan sulit untuk mendapatkan sinar hidayahNya. Wallahu a'lam. Baarakallaahu lakumaa wa baaraka 'alaikum 'May Allah swt shower His blessings upon you' Amin Sum'Aamin! Wassalamu alaikum wa rahmatullah wabarakatuh Dari berbagi sumber.