Selasa, 31 Mei 2011

Memahami Makna Hidayah

Memahami Makna Hidayah
Hidayah dalam Al-Quran sering diartikan dengan 'petunjuk'. Namun, hidayah sering kali pula diarahkan kepada amal-amal lahiriah dan kasat mata. Padahal, amal-amal lahiriah itu merupakan dampak yang terjadi akibat adanya hidayah yang menghujam dalam kalbu, karena hidayah yang demikian inilah yang telah menyebabkan seseorang dapat melakukan amal-amal lahiriah secara sempurna.
Amal lahiriah yang berdasarkan kepada iman yang benar adalah amal yang tidak serakah dan tidak antusias dengan ganjaran atau ancaman apa pun. Tetapi sebaliknya, amal yang tidak dilandasi keimanan yang benar maka amal ini terkesan mengharap imbalan dan takut dengan ancaman yang menakutkan, meski di dalam niatnya ia mengatakan lillaahi ta'ala (ikhlas semata karena Allah).
Andai Tuhan tidak menyediakan surga sebagai ganjaran, atau tidak menciptakan neraka sebagai imbalan hukuman, apakah kita masih mau beribadat kepada-Nya dengan ikhlas lillaahi ta'ala? Bagi mereka yang imannya benar, kata lillaahi ta'ala akan menghujam sedemikian rupa di dalam kalbunya. Dan dalam pengabdiannya kepada Allah, ia hanya berucap "Hasbiyallaahu wanikmal wakil..." (Cukuplah Allah bagiku). Kata ini, tentu terucap dari kadar keimanan tingkat tinggi, tingkat keimanan yang didahului oleh hidayah yang benar-benar dari Allah SWT, Sekarang masalahnya apakah hidayah itu?
Di dalam salat kita lebih dari 17 kali meminta kepada Allah dengan kata "ihdinas shirathal mustaqiim" (Tunjukilah kami ke jalan yang lurus). Arti kata "yang lurus" ini, kadang diartikan dengan arti yang benar, namun tidak tepat. Misalnya, lurus berarti tidak berbelok-belok, lurus bermakna "yang benar", lurus artinya "yang diridhai", atau lurus berarti "tidak menyesatkan." Padahal, arti kata "lurus" itu, secara ilmiah adalah "dua titik terdekat." Jadi, yang kita mohon kepada Allah adalah hidayah untuk ditunjukkan kepada jalan terdekat untuk "sampai" kepada-Nya. Allah sudah menyatakan, "Aku lebih dekat kepadanya melebihi dekatnya urat leher." Kenapa kita tidak pernah sampai kepada Allah?
Ada batas yang menghijab antara manusia dan Allah. Tetapi, kalau hijab itu terangkat, maka tidak ada batas lagi yang membatasi manusia dengan Allah. Dan manusia pasti akan menyaksikan kesempurnaan wujud Allah yang Mahasuci dan Mahaagung, Mahagagah dan Mahaindah. Inilah Iman yang benar, inilah pencerahan, inilah puncak segala ilmu, inilah makrifatullah, inilah ilmu ladunni dan inilah dia yang namanya hidayah.
Allah berfirman, "Hai manusia, engkau harus berusaha dengan ketekunan yang sebesar-besarnya hingga sampai kepada Tuhanmu lalu engkau menemuinya."(QS. 84:6).
Manusia yang tidak mampu memahami hidayah Allah, ia akan kehilangan segala-galanya. Bahkan, ia akan kehilangan dirinya sendiri dan akan dikembalikan oleh Allah ke derajat yang paling rendah, lebih rendah dari setan dan iblis atau dari binatang sekalipun.
Inilah yang diisyaratkan oleh firman Allah, "Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik." Artinya, karena dalam bentuk jasmani yang paling baik di antara makhluk-makhluk Allah yang lain, maka hanya manusia yang dapat menemui Tuhan.
Jika dalam bentuk yang paling baik ini dia tidak dapat "menemukan" Tuhan. la terancam azab yang sangat pedih dan akan dikembalikan oleh Allah ke derajat yang paling rendah. Na'udzubillahi min dzalik. Tugas manusia adalah mencari dan menemukan diri sendiri seutuhnya sehingga dapat menemukan Tuhannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar